27 Apr 2010

Masih Kah Ada?


Betapa indah kenangan masa kecil di kampung halaman. Tempat dimana kita dilahirkan. Tempat dimana kita mulai dibentuk dan melihat semua yang sekarang hampir tinggal kenangan saja.

Aku masih ingat waktu mandi di sungai yang deras dan jernih. Pergi ke sawah yang indah menghijau. Atau menyaksikan banyak mata air yang muncul dari batu-batu gunung. Apa lagi pergi ke laut ikut mencari ikan, kerang, loge, karampenda atau apa saja dengan mudah kami dapatkan dan kami bawa pulang.

Naik benhur melewati pasar aku masih sempat menyaksikan pedagang dan pembeli perempuan yang hampir semua ber-sarimpu. Mereka berjual-beli apa saja barang keperluan yang memang dibutuhkan setiap hari.

Saat bersekolah, gedung sekolah kami mungkin belum sebagus sekarang. Tapi pertemanan dengan teman-teman di sekolah dengan segala ceritanya sungguh sulit dilupakan. Bahkan terhadap guru-guru kami yang sekarang sudah tua-tua atau mungkin sudah tidak ada.

Bila sore hari aku biasa duduk-duduk bercengkerama bersama teman-teman di sarangge di depan rumah di pinggir jalan menyaksikan benhur yang masih lalu-lalang atau orang-orang yang sedang saling bertegur sapa dengan akrab sambil menunggu azan sholat magrib.

Walau aku tidak bisa mengingat lengkap hiruk-pikuk pada saat acara pernikahan, atau pacoa jara dengan joki yang semua masih anak-anak. Apa lagi hiruk-pikuk pada saat hanta uma untuk dipindahkan. Wah semua masih terasa sangat mengesankan.

Malam hari adalah waktu yang paling menggugah hati ku. Rasa tentram dan ketenangan sungguh terasa. Menatap langit yang selalu cerah penuh dengan bintang-bintang berkilau sambil terdengar suara anak-anak belajar mengaji dan sebagian orang tua sedang saling bercakap-cakap sambil sebagian asik merokok. Mungkin rokok ro'o ta'a. Apa lagi pada saat musim panen bawang, aku masih melihat yang ka'bua bawa sambil ada yang rawa mbojo dengan alat musik geseknya.

Keindahan alam (mungkin banyak daerah lain yang lebih indah, tapi kampung ku tetap terasa paling indah!) dan sumber daya alamnya dari gunung sampai laut yang selalu tersedia. Kehidupan bermasyarakat yang santun. Yang muda hormat pada yang lebih tua, dan yang tua masih 'ngoa ro tei' yang muda dengan dasar ahlaq agama dan kasih sayang. Itulah yang aku rasakan di kampung ku 'mantoi'. Apakah kampungku sekarang masih seperti itu?

11 komentar:

  1. Dari kitalah harapan dan kebanggaan itu ada,tersimpannya kenangan menandakan bahwa mbojo mantoi itu masih ada,dan kita patut melestarikannya!

    BalasHapus
  2. waah salut banget dengan "mbojo mantoi"nya, gini nih yang kangen kampung halaman, meski kenyataan semakin terkikis oleh zaman dan keadaan alamnya,rasanya memang kita wajib menjaga itu semua pada tempatnya.oke deh ... Tks lho! (Siwe,Jakarta)

    BalasHapus
  3. boleh ni ada blog untuk kita kita yang mau dan setuju FIKI kancore bai pa Kancaru lampa,dana rasa dikabua akhira dikabae.menjaga Nilai nilai menerima modernisasi tapi tidak westernisasi kebablasan,,,wasalam
    Abu Mbojo Jr

    BalasHapus
  4. Dana mbojo, dana mbari,,,,aina kabare....Maja labo dahu tetap dijadikan semboyan,,,katantu ngahi rawi pahu...aina nefa lamba rasa

    BalasHapus
  5. mai ta katantu nggahi rawi pahu,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,kai samada angi mena

    BalasHapus
  6. ilustrasi narasi imaginatif diatas bikin kangen kampung halaman.................

    BalasHapus
  7. sebuah narasi imaginatif yang bagus, bikin kangen kampung ..... nun jauhhhhh

    BalasHapus
  8. Ya jauhlah. Dari Bima ke Aceh kan Jauh...

    BalasHapus
  9. dodo ncore.....
    wati badeku ainaina, maklum ntoi poda ra si lao wi'i paki ba ndaiku ma ngara na rasa nae, ede ru rasa ngge'e kai ba ndai kaso wunga to'i. ederu waraku sabua oru (musim) oru jangkiri, wara ku di ka dihi mena kai ade wunga lao ngupa jangkiri (jangkrik) na wancuku do'o na, deru ta mpu'u kaina ngupa re dei lapangan pacoa jara sampai lao teka doro, mbia ai ampo dula lapo hongo mamonca boha ba liro ma pana, maklum sabala ai ese doro dula re ndeu sai awa nanga.......

    BalasHapus
  10. aku
    cinta
    kau
    wahai
    yang
    maha
    "QUANTA SHADARA"

    'eRHa'

    BalasHapus